PDM Kabupaten Batang - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM  Kabupaten Batang
.: Home > Artikel

Homepage

Mencegah Ijon di Kalangan Petani

.: Home > Artikel > PDM
09 Oktober 2011 06:28 WIB
Dibaca: 6923
Penulis :

Oleh Kawe Shamudra

 

      DALAM literatur fikih, sistem jual beli Mukhadarah, atau lebih dikenal dengan sebutan ijon (Jawa). adalah mengadakan transaksi jual beli buah-buahan yang masih berada di atas pohon, dan ini dilarang oleh Nabi  Muhammad SAW (HR. Bukhrari). Namun faktanya, dalam masyarakat petani, praktik jual beli semacam itu telah mentradisi dan dianggap sebuah kelaziman. 

     Dalam sistem ijon terjadi ketidakadilan.   Antara jumlah barang dengan nilai harga biasanya tidak seimbang.  Umumnya  praktik ijon  terjadi ketika petani terhimpit kebutuhan mendesak di saat pailit. Produk yang dijual  adalah jenis tanaman atau hasil kebun seperti kopi, melinjo, sengon, cengkeh dan lainnya. Tengkulak  alias tukang ijon bergerilnya mengelabuhi petani miskin yang kerap terdesak kebutuhan hidup.  

     Ijon sesungguhnya merupakan transaksi gelap yang mengandung unsur ketidakjelasan.  Barang yang diperjual-belikan belum sempurna wujudnya, atau bahkan belum ada sama sekali. Misalnya tanaman cengkeh atau kopi, meskipun belum berbuah, petani sudah menyerahkannya kepada tengkulak dengan harga super murah.  

      Ketika petani tengah bercocok tanam, tukang ijon sudah mengiming-imingi uang lebih dulu dan siap membayar barang dengan  sangat rendah sesuai harga perkiraan sendiri. Barang yang dijual pun belum jelas wujudnya, mungkin masih berwujud bunga atau bahkan kadang tanaman belum muncul tanda-tanda akan berbuah.

      Salah satu penyebab utama terpuruknya kesejahteraan petani adalah hadirnya tengkulak ijon. Para tukang ijon seolah-olah menjadi pahlawan bagi petani. Padahal sebaliknya, justru sama sekali tidak memberdayakan para petani. Mereka bisa disebut kapitalis lokal alias lintah darat yang menghisap darah para petani. Mereka pura-pura meminjami uang, namun di belakangnya tersimpan motif tersembunyi ingin menguasai aset miliki petani.

      Akibatnya saat  tanaman berbuah atau siap panen, petani tidak dapat menikmati hasilnya. Dan itu terjadi sambung-menyambung. Boleh jadi petani atau pemilik kebun selama bertahun-tahun tidak bisa menikmati hasil panen karena tanamannya telah dibeli secara ijon dalam jangka waktu lama. Tanaman cengkeh misalnya bisa diclethong selama 2-5 tahun.

      Pepatah mengatakan, petani yang menjual buah sebelum masa panen adalah sama saja dengan petani yang tak punya lahan. Ijon boleh dikatakan sebagai sub kapitalisme yang   menancapkan akarnya sampai ke sudut-sudut desa dan tanpa sadar petani kecil telah menerima getahnya. Dalam suatu komunitas, sekecil apapun, selalu munculpihak-pihak rakus dan kelas penindas yang ingin mengambil keuntungan pribadi sebanyak mungkin dengan cara mengeksploitasi kaum lemah.

       Kapitalisme biasanya dicirikan dengan pemilikan perorangan atas alat-alat produksi, kebebasan berusaha, pengejaran laba sebagai motif utama dalam kegiatan ekonomi, produksi untuk pasar, ekonomi uang, mekanisme persaingan, dan rasionalitas dalam perilaku usaha. Babonkapitalisme adalah rasionalitasdan denganrasio itulah manusia melakukan kalkulasi untung-rugisemata tanpa memikirkan kepentingan pihak lain.

 

Badan Usaha Muhammadiyah

      Terkait tradisi ijon, para petani kecil perlu segera ditolong agar kantong mereka tidak bolong (miskin terus-menerus). Sebagian besar penduduk Indonesia berada di pedesaan dan berprofesi sebagai petani. Di Indonesia, yang disebut petani adalah mereka yang bekerja mengelola lahan.   Rata-rata petani memiliki lahan setengah hektar, bahkan lebih sempit dari itu. Mereka sering disebut petani gurem. Istilah gurem merujuk pada binatang kecil yang keberadaannya nyaris tidak diperhitungkan. Maka petani gurem dapat digambarkan sebagai sosok petani kecil yang mencoba bertahan hidup dalam keterbatasan.  Mereka tinggal di berbagai pelosok Nusantara sebagai akar rumput bangsa. 

      Jumlah petani gurem di Indonesia menempati posisi tertinggi. Data BPS menyebutkan bahwa sekitar 60% atau 120 juta penduduk Indonesia tinggal di pedesaan dan 70% di antaranya hidup dari pertanian. Setengah dari jumlah itu adalah petani gurem atau petani yang memiliki lahan kurang dari 0,5 ha, bahkan sebagian besar bekerja sebagai buruh tani dan buruh perkebunan.

      Dari tahun ke tahun, jumlah rumah tangga petani gurem terus meningkat. Pada 1993, jumlah rumah tangga petani gurem mencapai 10,8 juta. Jumlah itu meningkat menjadi 13,7 juta rumah tangga     pada 2003. Artinya, selama satu dasa warsa terakhir, kehidupan petani semakin memprihatinkan karena  semakin banyak rumah tangga petani hanya mengelola lahan sempit.

      Lantaran dihimpit kemiskinan dan ketidakberdayaan, petani terpaksa menjual apa saja yang dimiliki, termasuk menjual buah sebelum waktunya. Inilah tantangan dakwah bagi Muhammadiyah dalam meluruskan kembali sistem jual beli yang sejalan dengan syariat Islam. Tidak cukup hanya dengan pendekatan fikih melalui mimbar pengajian, tetapi dibutuhkan langkah yang bersifat solusi nyata.

      Bila perlu Muhammadiyah lewat Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) bekerjasama dengan Majelis Ekonomi membuat semacam Badan Usaha Milik Muhammadiyah  (BUMM) di bidang agro yang khusus menangani produk pertanian. Lembaga tersebut bisa menampung, memberi modal, dan membeli hasil pertanian dari petani setempat. Pengelola BUMM bisa membuat jejaring dan bekerjasama dengan siapa saja yang memiliki kepedulian pada nasib petani kecil agar tidak selamanya dikuasai tengkulak maupun tukang ijon.

      Selain itu, sepak terjang tengkulak ijon juga perlu dipersempit melalui gerakan moral, misalnya lewat forum-forum pengajian ataupun khutbah. Para dai perlu mengingatkan masyarakat agar menjauhi sistem jual beli  yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keadilan.

      Sudah waktunya para petani mendapatkan perhatian yang proporsional dari semua pihak, termasuk Muhammadiyah. Mereka adalah pejuang pangan di garda paling depan, sayang jika nasibnya dibiarkan terpuruk dan terjerat praktik jual beli yang tidak sejalan dengan syariat Islam.

Penulis anggota Majelis Tabligh

Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Batang, Jawa Tengah.


Tags: Ijon
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori : opini

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website