Kemerdekaan, Idul Fitri dan Korupsi
.: Home > Article >
PDM
15 Agustus 2012 11:11 WIB
Dibaca: 3737
Penulis :
Kejahatan korupsi sesungguhnya lahir dari minimnya kesadaran kebangsaan dan menipisnya nilai-nilai kejujuran. Cita-cita kemerdekaan telah dikhianati oleh para elit kekuasaan. Praktik korupsi semakin menggurita tidak mengenal ruang dan waktu. Penyalahgunaan wewenang, penyuapan, dan mafia terjadi dari hulu hingga hilir. Negeri ini nyaris kehilangan kewibawaan.
Wajar jika Prof. Dr. Syafi’i Ma’arif menganalogikan Indonesia telah menjadi “kumuh”, karena hampir di setiap proyek besar ataupun dalam institusi pemerintahan terdapat berbagai kasus korupsi. Imbasnya masyarakat mulai kehilangan kepercayaanya terhadap pemerintah dan wakil rakyat. (www.muhammadiyah.or.id).
Mengkhianati Kemerdekaan
Korupsi bertentangan dengan semangat dan cita-cita proklamasi yang telah diwariskan para pendiri Republik ini. Kita selayaknya mampu menjaga spirit Ramadhan dan cita-cita kemerdekaan untuk menata kehidupan berbangsa yang lebih baik, damai, dan sejahtera dengan mengeliminir segala bentuk korupsi dalam sistem berbangsa dan bernegara.
Penghayatan terhadap nilai-nilai Ramadan dan Idul Fitri secara individu maupun kolektif dapat melahirkan kesalehan dan kepribadian luhur yang mencintai kejujuran dan transparasi. Jika umat Islam khususnya para pemegang kendali kekuasaan negeri ini memiliki mentalitas jujur dan amanah, maka kejahatan korupsi bisa tereliminasi.
Tags: IdulFitri , Kemerdekaan , Korupsi
Dibaca: 3737
Penulis :
Oleh Kawe Shamudra
PERINGATAN HUT Kemerdekaan 17 Agustus 2012 berdekatan dengan momentum ibadah puasa dan perayaan Idul Fitri 1433 H. Sedikitnya, masyarakat memperoleh dua nilai, yakni spirit kemerdekaan sekaligus spirit Ramadan/ Idul Fitri. Merayakan HUT Kemerdekaan dalam suasana lapar, hening dan prihatin diharapkan sanggup menghadirkan renungan terkait berbagai problem kebangsaan yang semakin kompleks, khususnya terkait korupsi.
Kejahatan korupsi sesungguhnya lahir dari minimnya kesadaran kebangsaan dan menipisnya nilai-nilai kejujuran. Cita-cita kemerdekaan telah dikhianati oleh para elit kekuasaan. Praktik korupsi semakin menggurita tidak mengenal ruang dan waktu. Penyalahgunaan wewenang, penyuapan, dan mafia terjadi dari hulu hingga hilir. Negeri ini nyaris kehilangan kewibawaan.
Kasus demi kasus datang silih berganti. Publik masih bertanya-tanya ending penanganan berbagai skandal Century yang ditaksir merugikan negara hingga mencapai Rp 1,7 triliun. Juga rentetan kasus korupsi Hambalang, Wisma Atlet, maupun dugaan kecurangan proyek pengadaan Al Quran yang menyeret sejumlah petinggi negeri.
Wajar jika Prof. Dr. Syafi’i Ma’arif menganalogikan Indonesia telah menjadi “kumuh”, karena hampir di setiap proyek besar ataupun dalam institusi pemerintahan terdapat berbagai kasus korupsi. Imbasnya masyarakat mulai kehilangan kepercayaanya terhadap pemerintah dan wakil rakyat. (www.muhammadiyah.or.id).
Mengkhianati Kemerdekaan
Kemerdekaan Indonesia dapat diraih bukan semata-mata karena perjuangan fisik, tetapi juga berkat spirit Ramadan. Jika mencermati waktu kejadiannya, maka kemerdekaan RI merupakan berkah dari kedatangan bulan Ramadan, dimana pada saat itu doa-doa orang berpuasa lebih berpeluang dikabulkan oleh Allah SWT.
Sangat disayangkan jika berkah kemerdekaan ini justru dikhianati generasi saat ini. Negeri yang mayoritas penduduknya muslim dan setiap tahun dikaruniai bulan suci ini masih terbelenggu kejahatan korupsi. Sebelum merdeka, bangsa ini digelisahkan oleh ulah penjajah bangsa asing. Ironisnya setelah merdeka justru dijajah koruptor.
Setiap tahun memeringati HUT kemerdekaan, juga menjalankan ibadah puasa, tetapi kejahatan korupsi tidak juga sirna. Artinya, spirit kemerdekaan dan Ramadan belum diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai Ramadan belum sanggup menangkal tindakan-tindakan curang dan tercela.
Cita-cita kemerdekaan yang tercantum dalam Pancasila dan Pembukaan UUD ’45 secara tegas menempatkan keadilan sosial sebagai point penting yang harus diusahakan oleh para pengelola Negara. Namun wabah korupsi di negeri ini telah melumpuhkan sendi-sendi hidup bernegara yang berujung pada bencana kemanusiaan yang dahsyat. Negeri ini semakin jauh dari nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Cita-cita kemerdekaan untuk membentuk masyarakat adil dan makmur kini menjelma menjadi slogan kosong dalam pidato-pidato pejabat.
Perayaan Idul Fitri dan HUT Kemerdekaan RI diharapkan dapat mengembalikan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara dengan memperbaiki kualitas kehidupan baik dari sisi sosial, politik, ekonomi, agama, maupun budaya. Ramadan dan Idul Fitri bisa dijadikan momentum bagi bangsa ini untuk mengobati penyakit korupsi. Perayaan HUT kemerdekaan dan Idul Fitri seharusnya membentuk pemahaman kolektif bahwa korupsi adalah kejahatan kemanusiaan yang wajib diberantas agar tidak menjelma menjadi sistem yang merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Korupsi bertentangan dengan semangat dan cita-cita proklamasi yang telah diwariskan para pendiri Republik ini. Kita selayaknya mampu menjaga spirit Ramadhan dan cita-cita kemerdekaan untuk menata kehidupan berbangsa yang lebih baik, damai, dan sejahtera dengan mengeliminir segala bentuk korupsi dalam sistem berbangsa dan bernegara.
Kesadaran semacam ini tentunya perlu dijaga sepanjang waktu dan bukan sekadar wacana temporal pada hari-hari tertentu. Harapannya, kita mampu mentransformasikan semangat proklamasi dan nilai-nilai Ramadan dalam kehidupan selanjutnya agar terwujud kehidupan berbangsa dan bernegara yang semakin baik sejalan dengan cita-cita mengisi kemerdekaan. Saatnya semua pihak menghentikan berbagai bentuk tindakan tercela yang menciderai rasa keadilan.
Puasa Ramadhan mengajarkan kita untuk menjaga nilai-nilai kesucian, keberkahan, kejujuran serta kemuliaan dengan tidak melakukan kebohongan publik dan pengabaian pada akuntabilitas. Ibadah puasa dapat melahirkan sifat kasih sayang dan solidaritas pada sesama jika dilaksanakan dengan penuh keimanan.
Penghayatan terhadap nilai-nilai Ramadan dan Idul Fitri secara individu maupun kolektif dapat melahirkan kesalehan dan kepribadian luhur yang mencintai kejujuran dan transparasi. Jika umat Islam khususnya para pemegang kendali kekuasaan negeri ini memiliki mentalitas jujur dan amanah, maka kejahatan korupsi bisa tereliminasi.
Sangat tepat jika Buya Syafi’I mengajak warga Muhammadiyah untuk mengamalkan “teologi Al-Maun”, suatu teologi pemihakan kepada kaum miskin, anak yatim, orang terlantar tertindas dan terpinggirkan, sebagai salah satu dasar dalam upaya jihad melawan korupsi. Korupsi hakikatnya merupakan tindakan kejam pada mereka.
Tags: IdulFitri , Kemerdekaan , Korupsi