PDM Kabupaten Batang - Persyarikatan Muhammadiyah

 PDM  Kabupaten Batang
.: Home > Artikel

Homepage

Masjid Al Abror Berkerangka Baja

.: Home > Artikel > PDM
09 Juni 2016 07:33 WIB
Dibaca: 1719
Penulis :

Kawe Shamudra

 

JIKA ada sebuah masjid lumayan besar bertembok tebal dan kerangka bagian atasnya menggunakan besi baja, itulah masjid Al Abror di Dukuh Krangkoan, Ngaliyan, Limpung, Batang. Sebuah masjid yang sering disebut-sebut masjid termegah sekaligus dikagumi di Kecamatan Limpung, Batang saat itu, yang dibangun secara swadaya oleh warga Ranting Muhammadiyah Krangkoan di penghujung 1970-an.

 

Potongan besi baja yang umumnya digunakan untuk menyangga badan jembatan, oleh si perancang bangunan digunakan untuk menyangga atap masjid. Artinya, saat itu warga Muhammadiyah Krangkoan sudah berpikir visioner untuk menyiapkan tempat ibadah yang tahan lama, anti rayap dan bisa diwariskan kepada generasi sesudahnya. Terbukti, sampai saat ini Masjid Al Abror masih berdiri kokoh bersama bangunan lain yakni TK ABA dan Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah (MIM) Krangkoan. Masjid Al Abror dibangun dengan modal kesabaran dan kebersamaan dengan biaya cukup besar untuk ukuran waktu itu.

 

Apapun kendalanya, warga bertekad membangun masjid secara bergotong-royong dan menghindari bantuan pihak lain. Proses pembangunan tidak berjalan mulus karena terkendala biaya. Pembangunan tahap awal hanya seperempat jadi. Temboknya masih berupa tumpukan bata merah dan ruangan yang beratap pun hanya bagian emper. Lantainya cukup diplester dengan semen hitam.

 

Selama beberapa tahun warga menggunakan emper di sisi selatan ini untuk shalat berjamaah. Bagian ruangan inti dibiarkan merana beratapkan langit, sampai temboknya ditumbuhi pakis. Suatu ketika di tahun 1980-an, sehabis shalat Jumat, jamaah disuruh kumpul di teras masjid, dipimpin Pak Tibun (alm), kepala dusun yang cukup disegani.

 

Di hadapan hadirin beliau mengajak warga meneruskan pembangunan masjid lewat gerakan penggalangan dana. Yang cukup menarik, siang itu Pak Tibun membuat pernyataan cukup menggugah. “Saya siap membeli asbes,” kata beliau. Dana yang dibutuhkan untuk membeli asbes sekitar 500 ribu, nominal yang cukup besar untuk ukuran saat itu. Warga pun tergugah dan penggalangan dana pun dilanjutkan.

 

Seminggu sekali, sehabis jumatan ada petugas khusus yang menyambangi warga, dari pintu ke pintu, untuk memungut iuran. Warga menyumbang semampunya dalam wujud uang tunai maupun beras. Akhirnya pembangunan masjid diteruskan. Pemasangan kerangka besi baja mendatangkan teknisi dari Tegal. Proses pembangunan masjid Al Abror memakan waktu lebih dari 10 tahun. Peletakan batu pertama dilakukan sekitar awal 1980-an dan baru selesai sempurna (sampai pengecatan) awal1990-an.

 

Nama masjid tetap menggunakan Al Abror, nama lama warisan para pendahulu. Masjid lama dibongkar total meskipun sebenarnya kondisinya masih cukup bagus dengan tiang penyangga dan kerangka menggunakan kayu berkualitas. Hanya saja ukurannya lebih kecil dan bentuknya khas seperti masjid-masjid kuno pada umumnya. Bagian atas ada mustakanya dan sebelum ada pengeras suara, waktu shalat ditandai dengan pemukulan bedug dan kentongan. Masjid Al Abror menjadi simbol spiritualitas yang lahir dari kesadaran masyarakat Krangkoan tentang pentingnya beri-Islam dan berorganisasi.

 

Selain masjid, di kompleks ini juga terdapat bangunan lain yakni TK ABA, dan itulah amal usaha yang menjadi tonggak sejarah keberadaan Muhammadiyah di dukuh Krangkoan, yang memiliki tautan erat dengan dukuh Mlangi dan Pekuncen (Tersono). Krangkoan – Pekuncen – Mlangi adalah Trio Kampung Muhammadiyah dan merupakan pintu awal masuknya Muhammadiyah di Batang. Itulah sebabnya Krangkoan pernah menjdi tuan rumah penyelenggaraan Konggres Muhammadiyah yang cukup monumental. Jalur KH Dahlan Masuknya faham Muhammadiyah di Krangkoan tidak lepas dari peran K.H. Sidiq (Krangkoan) dan K. Abdus Shomad (Tersono).

 

Dikisahkan, sekitar tahun 1927 dua tokoh tersebut hendak menimba ilmu ke Semarang, namun sesampainya di Kendal bertemu dengan Bapak K. Hisyam tokoh Muhammadiyah Kendal. Bermula dari pertemuan tersebut, terjalin hubungan yang akrab dan akhirnya terjadi kesepakatan untuk melakukan pengajian bersama, antara Muhammadiyah Krangkoan (Limpung), Mlangi dan Pekuncen (Tersono). Terjalin juga hubungan dengan para tokoh Muhammadiyah dari Yogyakarta. KH. Sidiq adalah putra dari Bapak H. Musa dari Yogyakarta yang sering melakukan kontak dengan K.H. Ahmad Dahlan. Hubungan dengan K.H. Ahmad Dahlan tersebut membawa pengaruh besar bagi para tokoh Muhammadiyah periode awal di Krangkoan.

 

Selain itu ada juga tokoh lain yakni Rochani dan muncul pula generasi penerus perjuangan pada periode awal Sobar, Slamet, Abdul Kadir, S. Kamil, Khaerudin dan Suherlan. Tokoh selanjutnya yang menjadi penggerak Muhammadiyah di Krangkoan adalah Ustad Abdullah Rh, yang mendapat support dari kiai-kiai asal Pekajangan yakni Kiai Hisyam, dari Pekalongan, Kiai Thouib, Kiai Abdurrahman dan Kiai Wasnadi.

 

Kegiatan pada waktu awal faham ini masuk hanyalah pengajian rutin dari rumah ke rumah, dari mushola ke mushola dan interaksi dengan karib kerabat. Situasi dan kondisi politik saat itu belum begitu kondusif. Pada era tahun 1926 sampai menjelang tahun 1945, Indonesia masih dikuasai penjajah Belanda dan Jepang, sehingga sangat tidak memungkinkan untuk mengembangkan atau mendirikan lembaga pendidikan.

 

Pada masa pra-kemerdekaan sampai dengan pasca kemerdekaan hingga tahun 1960-an, kegiatan yang digeluti tiap Ranting baru sampai pada tahap pengajian-pengajian saja. Menurut penuturan tokoh sesepuh dari Limpung, S. Kamil, faham Muhammadiyah dari Krangkoan menyebar ke desa-desa lain adalah menjelang atau pada saat dibubarkannya partai politik Masyumi pada 1960. Para okoh eks Masyumi bergabung dengan Muhammadiyah mendukung gerak laju perkembangan Muhammadiyah.

 

Mereka masuk Muhammadiyah sebagai pilihan utama, maka Muhammadiyah mendapat dukungan, yang akhirnya penyebaran dan pertumbuhannya. Tokoh-tokoh lain yang menyebarkan Muhammadiyah ke Limpung antara lain Khaerudin Khasbi (Masyumi), H. Muhammad Ali dari Partai Persatuan Pembangunan.

 

Sayang, sejarah perkembangan Muhammadiyah di Krangkoan sampai saat ini belum lengkap. Para sesepuh Krangkoan yang menjadi saksi kunci sudah terlanjur meninggal dunia. Pada tahun 1990-an pernah diadakan saresehan yang diprakarsai PRM Krangkoan dengan menghadirkan para sesepuh untuk mennggali akar sejarah Muhammadiyah di Krangkoan. Namun belum menemukan titik temu. Ada tonggak sejarah yang tertinggal dan terlupakan.

 

Wajar jika generasi saat ini tidak tahu, kapan dan tahun berapa masjid Al Abror dibangun pertama kali (sebelum dipugar menjadi bangunan permanen), entah kapan TK ABA dan MIM Krangkoan didirikan. Dan yang memprihatinkan, kondisi MIM Krangkoan saat ini seperti terputus dengan sejarah besarnya. Sebagian warga Krangkoan kehilangan kebanggaan dengan MIM dan lebih tertarik memilih sekolah lain.


Tags: MuhammadiyahBatang
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori : artikel

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website